Lalu datanglah sebagian orang yang kurang paham permasalahan ini, menuduh kami tidak pernah membaca dan jahil tentang hadits Abdullah bin Zaid dalam riwayat Bukhori, yang berbunyi:
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ عَمْرِو بْنِ يَحْيَى الْمَازِنِيِّ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِعَبْدِ اللَّهِ بْنِ زَيْدٍ وَهُوَ جَدُّ عَمْرِو بْنِ يَحْيَى أَتَسْتَطِيعُ أَنْ تُرِيَنِي كَيْفَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَوَضَّأُ فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ زَيْدٍ نَعَمْ فَدَعَا بِمَاءٍ فَأَفْرَغَ عَلَى يَدَيْهِ فَغَسَلَ مَرَّتَيْنِ ثُمَّ مَضْمَضَ وَاسْتَنْثَرَ ثَلَاثًا ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثًا ثُمَّ غَسَلَ يَدَيْهِ مَرَّتَيْنِ مَرَّتَيْنِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ ثُمَّ مَسَحَ رَأْسَهُ بِيَدَيْهِ فَأَقْبَلَ بِهِمَا وَأَدْبَرَ بَدَأَ بِمُقَدَّمِ رَأْسِهِ حَتَّى ذَهَبَ بِهِمَا إِلَى قَفَاهُ ثُمَّ رَدَّهُمَا إِلَى الْمَكَانِ الَّذِي بَدَأَ مِنْهُ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ
Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Yusuf, dia berkata, telah mengabarkan kepada kami Malik dari 'Amr bin Yahya Al Mazini dari Bapaknya bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada 'Abdullah bin Zaid, dia ini adalah kakek dari 'Amr bin Yahya: "Bisakah engkau perlihatkan kepadaku bagaimana Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam berwudhu?". 'Abdulloh bin Zaid lalu menjawab, "Tentu." Abdulloh lalu minta diambilkan air wudhu, lalu ia menuangkan air pada kedua tangannya dan membasuhnya dua kali, lalu berkumur dan mengeluarkan air dari dalam hidung sebanyak kali, kemudian membasuh mukanya tiga kali, kemudian membasuh kedua tangan dua kali dua kali sampai ke siku, kemudian mengusap kepalanya dengan dua tangan, dimulai dari bagian depan kepalanya (bagian atas dahinya) dan menariknya hingga sampai tengkuk, lalu menariknya kembali ke tempat semula. Kemudian setelah itu membasuh kedua kakinya."
===================================
Sayangnya, inilah kekurangan orang-orang mantan LDII. Mereka terlalu percaya dengan ucapan-ucapan orang-orang arab. Padahal, ucapan orang arab itu belum tentu benar. Zaman dahulu, Nabi lahir di arab. Apakah tempat Nabi lahir itu sudah Islam semua? Tentu tidak. Justru Nabi meluruskan mereka dan mengajak mereka masuk Islam. Kembali ke ulama arab. Apakah ucapan mereka---karena mereka tinggal di arab dan bisa berbahasa arab---lalu bisa dijadikan pegangan? Nanti dulu...
Mereka menjelaskan hadits Bukhori di atas seperti ini:
===================================
حَتَّى ذَهَبَ بِهِمَا إِلَى قَفَاهُ
menarik kedua tanganya hingga sampai tengkuk
Yaitu bahwa batas tarikan usapan adalah tengkuk, artinya tarikan usapan tidak boleh sampai menyentuh tengkuk cukup sampai kepala bagian belakang, sebagaimana awal tarikan adalah dahi, sedangkan dahi seperti kita ketahui tidak wajib diusap karena tidak termasuk kepala.
===================================
Anda yang cukup bisa berbahasa Indonesia, tentulah tahu bahwa di sana tertulis sampai tengkuk. Adakah penjelasan tidak bolehnya mengenai tengkuk? Selain itu, jika memang benar sampai tengkuk itu adalah batasannya, apakah ada larangan untuk mengusap tengkuk? Seperti sewaktu Abu Huroiroh mengusap air wudhunya sampai ketiak (padahal hanya disyaratkan sampai siku), apakah ada larangan? Justru Abu Huroiroh melakukannya agar wudhunya lebih sempurna.
حَدَّثَنَا حُسَيْنُ بْنُ مُحَمَّدٍ قَالَ حَدَّثَنَا خَلَفٌ يَعْنِي ابْنَ خَلِيفَةَ عَنْ أَبِي مَالِكٍ الْأَشْجَعِيِّ عَنْ أَبِي حَازِمٍ قَالَ كُنْتُ خَلْفَ أَبِي هُرَيْرَةَ وَهُوَ يَتَوَضَّأُ وَهُوَ يُمِرُّ الْوَضُوءَ إِلَى إِبْطِهِ فَقُلْتُ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ مَا هَذَا الْوُضُوءُ قَالَ يَا بَنِي فَرُّوخَ أَنْتُمْ هَاهُنَا لَوْ عَلِمْتُ أَنَّكُمْ هَاهُنَا مَا تَوَضَّأْتُ هَذَا الْوُضُوءَ إِنِّي سَمِعْتُ خَلِيلِي يَقُولُ تَبْلُغُ الْحِلْيَةُ مِنْ الْمُؤْمِنِ إِلَى حَيْثُ يَبْلُغُ الْوُضُوءُ
Telah menceritakan kepada kami Husain bin Muhammad telah menceritakan kepada kami Kholaf -yaitu Ibnu Kholifah- dari Abu Malik AlAsyja'i dari Abu Hazim, berkata dia; "Aku berada di belakang Abu Huroiroh ketika dia sedang berwudhu, dan meratakan air wudhunya hingga ketiaknya, maka akupun bertanya; "Wahai Abu Huroiroh, wudhu apa ini?" ia menjawab; "Wahai bani Farruh, ternyata kamu berada di sini, kalau saja aku mengetahui bahwa kamu berada di sini niscaya aku tidak akan berwudhu seperti ini, sesungguhnya aku mendengar kekasihku (Nabi) bersabda: "Ukuran perhiasan seorang mukmin (di akhirat) menurut kesempurnaan wudhu`nya."
Di hadits yang lain bahkan menyebutkan bahwa bagian tubuh yang terkena air wudhu tidak akan terkena api neraka.
Jadi, tidak ada larangan untuk mengusap tengkuk, bukan? Selain itu, apakah salah jika mengusap tengkuk dilakukan agar wudhu lebih sempurna?
===================================
Dahulu imam hizbi mencontohkan wudhu dengan mengusap tengkuk (leher) bahkan tidak cukup dengan itu, ia pun menggosok-gosokannya sebentar lalu menariknya kedepan tanpa (langsung) membasuh telinganya. Maka pengikutnya yang setia mengikutinya seperti biasanya.
Ketika kami menggulirkan lemahnya semua hadits tentang mengusap tengkuk (leher) dalam wudhu, dan kesalahan tidak langsung mengusap telinga, yakni seharusnya mereka tidak mengambil air yang baru ketika mengusap telinga, marahlah mereka!!! Lalu mencoba mencari-cari hujjah dihadapan pengikutnya yang awam. Padahal kembali kepada kebenaran bukanlah hal yang aib.
Sebenarnya tentang bid’ahnya perbuatan mengusap tengkuk (leher) dan mengosok-gosoknya, bukan pendapat baru yang dimunculkan oleh kami, akan tetapi ini juga adalah pilihan ulama terdahulu karena memang tidak ditemukan dalil shahih tentang masalah ini.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu dalam Majmu Al-Fatawa (21/127-128):
" لم يصح عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه مسح على عنقه في الوضوء ، بل ولا روي عنه ذلك في حديث صحيح ، بل الأحاديث الصحيحة التي فيها صفة وضوء النبي صلى الله عليه وسلم لم يكن يمسح على عنقه ; ولهذا لم يستحب ذلك جمهور العلماء كمالك والشافعي وأحمد في ظاهر مذهبهم"
“Tidak benar dari Nabi shallallahu ‘ alaihi wa alihi wa sallam bahwa beliau mengusap lehernya dalam wudhu, bahkan tidak diriwayatkan hal tersebut dari beliau dalam hadits yang shahih. Bahkan hadits-hadits shahih, yang di dalamnya ada (penjelasan) sifat wudhu Nabi shallallahu ‘ alaihi wa alihi wa sallam , (menerangkan bahwa) beliau tidak mengusap lehernya. Karena itulah, hal tersebut tidak dianggap sunnah oleh Jumhur Ulama seperti Malik, Ahmad dan Syafi’i dalam zhahir madzhab mereka”.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullahu berkata dalam Zadul Ma’ad (1/195):
ولم يصح عنه (صلى الله عليه وسلم) في مسح العنق
“Tidak ada satu hadits pun yang benar dari beliau (shallallahu ’alaihi wasallam) tentang mengusap leher”.
Semisal ini juga menurut An-Nawawi, As-Syaukani dan lainnya dari ulama terdahulu.
Ketika Mufti Arab Saudi Syaikh Abdul Aziz bin Bazz rahimahullahu ditanya tentang masalah ini beliau berkata:
لا يستحب ، ولا يشرع مسح العنق ، وإنما المسح يكون للرأس والأذنين فقط ، كما دل على ذلك الكتاب والسنة .
“Tidak disukai dan tidak disyari’atkan mengusap leher, adapun mengusap yang disyari’atkan adalah mengusap kepala dan dua telinga saja, sebagaimana terdapat (dalilnya) dalam Kitabullah dan Sunnah”. (Majmu Fatawa Syaikh Bin Bazz (10/102)).
Dan demikian pula menurut Lajnah Daimah (Syaikh Abdullah Qu’ud, Syaikh Abdullah Al-Ghudayan, Syaikh Abdurrazaq Afifi dan Syaikh Abdul Aziz bin Bazz) dalam Fatawa (5/235-236), Syaikh Shalih Fauzan dalam Al-Muntaqo min Fatawa (5/no.6), Imam Al-Albani, Syaikh ibnu Utsaimin, Syaikh Ibnu Jibrin, Syaikh Shalih Alu Syaikh dan lainnya dari ulama masa kini yang tidak mungkin kami sebutkan satu persatu.
Lalu datanglah sebagian orang yang kurang paham permasalahan ini, menuduh kami tidak pernah membaca dan jahil tentang hadits Abdullah bin Zaid dalam riwayat Bukhori, yang berbunyi:
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ عَمْرِو بْنِ يَحْيَى الْمَازِنِيِّ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِعَبْدِ اللَّهِ بْنِ زَيْدٍ وَهُوَ جَدُّ عَمْرِو بْنِ يَحْيَى أَتَسْتَطِيعُ أَنْ تُرِيَنِي كَيْفَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَوَضَّأُ فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ زَيْدٍ نَعَمْ فَدَعَا بِمَاءٍ فَأَفْرَغَ عَلَى يَدَيْهِ فَغَسَلَ مَرَّتَيْنِ ثُمَّ مَضْمَضَ وَاسْتَنْثَرَ ثَلَاثًا ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثًا ثُمَّ غَسَلَ يَدَيْهِ مَرَّتَيْنِ مَرَّتَيْنِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ ثُمَّ مَسَحَ رَأْسَهُ بِيَدَيْهِ فَأَقْبَلَ بِهِمَا وَأَدْبَرَ بَدَأَ بِمُقَدَّمِ رَأْسِهِ حَتَّى ذَهَبَ بِهِمَا إِلَى قَفَاهُ ثُمَّ رَدَّهُمَا إِلَى الْمَكَانِ الَّذِي بَدَأَ مِنْهُ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ
Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Yusuf, dia berkata, telah mengabarkan kepada kami Malik dari 'Amr bin Yahya Al Mazini dari Bapaknya bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada 'Abdullah bin Zaid, dia ini adalah kakek dari 'Amr bin Yahya: "Bisakah engkau perlihatkan kepadaku bagaimana Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam berwudhu?". 'Abdulloh bin Zaid lalu menjawab, "Tentu." Abdulloh lalu minta diambilkan air wudhu, lalu ia menuangkan air pada kedua tangannya dan membasuhnya dua kali, lalu berkumur dan mengeluarkan air dari dalam hidung sebanyak kali, kemudian membasuh mukanya tiga kali, kemudian membasuh kedua tangan dua kali dua kali sampai ke siku, kemudian mengusap kepalanya dengan dua tangan, dimulai dari bagian depan kepalanya (bagian atas dahinya) dan menariknya hingga sampai tengkuk, lalu menariknya kembali ke tempat semula. Kemudian setelah itu membasuh kedua kakinya."
Dan sebenarnya mereka lah yang kurang paham. Hadits ini tidak ada isyarat akan wajibnya mengusap tengkuk/leher dalam wudhu apalagi mengosok-gosoknya. Oleh sebab itu para ulama tidak menggunakannya sebagai dalil wajibnya mengusap leher/tengkuk.
Makna hadits ini sebagai berikut:
ثُمَّ مَسَحَ رَأْسَهُ بِيَدَيْهِ
“Kemudian mengusap kepalanya dengan dua tangannya”.
Kami katakan: ini artinya hanya kepala yang wajib diusap, sesuai dengan firman Allah Ta’ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فاغْسِلُواْ وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُواْ بِرُؤُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَينِ
“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan usaplah kepalamu dan (basuhlah) kakimu sampai dengan kedua mata kaki.” (QS. Al-Maidah : 6).
Adapun tengkuk/leher seperti telah maklum tidak termasuk kepala.
Kemudian Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam menerangkan bagaimana caranya mengusap itu dengan sabdanya:
حَتَّى ذَهَبَ بِهِمَا إِلَى قَفَاهُ
menarik kedua tanganya hingga sampai tengkuk
Yaitu bahwa batas tarikan usapan adalah tengkuk, artinya tarikan usapan tidak boleh sampai menyentuh tengkuk cukup sampai kepala bagian belakang, sebagaimana awal tarikan adalah dahi, sedangkan dahi seperti kita ketahui tidak wajib diusap karena tidak termasuk kepala.
Berbeda dengan telinga, terdapat keterangan jelas tentangnya, Imam Tirmidzi rahimahullahu (no. 37) berkata,
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ سِنَانِ بْنِ رَبِيعَةَ عَنْ شَهْرِ بْنِ حَوْشَبٍ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ قَالَ تَوَضَّأَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَغَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثًا وَيَدَيْهِ ثَلَاثًا وَمَسَحَ بِرَأْسِهِ وَقَالَ الْأُذُنَانِ مِنْ الرَّأْسِ
Menceritakan kepada kami Qutaibah, menceritakan kepada kami Hammad bin Zaid dari Sinan bin Rabi’ah dari Syahr bin Hausyab dari Abu Ummah yang berkata: Nabi shallallahu’alaihi wasallam berwudhu sambil membasuh wajahnya tiga kali, dan tangannya tiga kali, dan mengusap kepalanya, beliau bersabda: "Kedua telinga termasuk kepala".
Hadits ini dikeluarkan juga oleh Abu Dawud (no. 134) dan Ibnu Majah (no, 444), kemudian dishohihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shohihah (no. 36).
Imam Tirmidzi rahimahullahu berkata setelah menyebutkan hadits ini,
وَالْعَمَلُ عَلَى هَذَا عِنْدَ أَكْثَرِ أَهْلِ الْعِلْمِ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَنْ بَعْدَهُمْ أَنَّ الْأُذُنَيْنِ مِنْ الرَّأْسِ وَبِهِ يَقُولُ سُفْيَانُ الثَّوْرِيُّ وَابْنُ الْمُبَارَكِ وَالشَّافِعِيُّ وَأَحْمَدُ وَإِسْحَقُ
"Amalan adalah berdasarkan hadits ini di sisi mayoritas ahli ilmu dari kalangan sahabat Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, dan orang-orang setelahnya bahwa kedua telinga termasuk bagian dari kepala. Pendapat inilah yang dinyatakan oleh Sufyan Ats-Tsauri, Ibnul Mubarok, Asy-Syafi’i, Ahmad, dan Ishaq".
Kalau demikian, maka dua telinga termasuk keumuman perintah Allah Ta’ala, “Usaplah kepalamu” ini berbeda dengan leher. Sehingga prakteknya mengusap kepala itu dimulai dari meletakan dua tangan didahi bagian atas kemudian ditarik ke bagian belakang kepala, lalu ditarik lagi kedepan, kemudian tanpa mengambil air baru langsung usapkan ke telinga. Begitulah menurut sunnah, walhamdulillah.
===================================